Langsung ke konten utama

Tonny Simanjuntak: Bupati Toba Samosir Jangan Lagi Anak Rantau

Tonny M. Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Toba Samosir, menampik ajakan tiga bakal calon bupati untuk pilkada 2020; berbicara tentang Fraksi NasDem yang menolak pertanggungjawaban APBD Bupati Darwin Siagian, yang dulu didukungnya dalam pilkada; blak-blakan membuka taktik politiknya sehingga terpilih lagi sebagai legislator; dan buka mulut soal anjing piaraan Wakil Bupati. “Lebih enak ketika kami berdagang,” kata Erna Grace Sihotang, istri Tonny, tentang keuangan suaminya.

oleh Jarar Siahaan | 2.093 kata

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Toba Samosir Tonny Simanjuntak
Tonny M. Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Toba Samosir, berpose untuk LAKLAK.id sebelum memasuki mobil dinasnya, 10 Agustus 2019, di Balige. (Foto: Jarar F. Siahaan)

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Toba Samosir, Tonny M. Simanjuntak, mengatakan sudah ada tiga orang bakal calon Bupati Toba Samosir periode 2020–2025 yang datang meminang dirinya agar berkenan menjadi kandidat wakil bupati, tetapi dia menolak. “Saya masih ingin di DPRD supaya saya lebih matang dalam politik. Umur saya pun baru 40 tahun,” kata Tonny, yang saya interviu di rumah dinasnya di kompleks perkantoran bupati di Desa Silalahi Pagar Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatra Utara, pada 10 Agustus 2019. Dia tidak mau menyebut nama saat saya menanya siapa ketiga politikus yang mengajaknya menjadi kontestan pilkada. “Apakah termasuk Bupati Toba Samosir saat ini, Darwin Siagian?” saya bertanya. Tonny menjawab, “Tidak.”

Biarpun tidak bersedia mengikuti pilkada 2020, dia berharap supaya bupati yang terpilih nanti adalah putra daerah yang benar-benar dikenal oleh masyarakat Toba Samosir. “Cukuplah yang datang dari anak rantau,” kata Tonny. “Kita butuh bupati yang tinggal di sini, keluarganya di sini, hartanya di sini supaya kita tahu latar belakangnya, agar masyarakat bisa ngomong.” Dalam harapan dia, jangan ada lagi Bupati Toba Samosir yang masuk penjara gara-gara korupsi, dan bupati mendatang harus mampu membangun secara konkret, yang manfaatnya terasa bagi rakyat banyak.

Saat ini Kabupaten Toba Samosir dipimpin oleh Darwin Siagian, bupati keempat. Dua bupati sebelumnya, Kasmin Simanjuntak dan Monang Sitorus, masuk penjara akibat kasus korupsi. Pelaksana tugas bupati Liberty Pasaribu, yang menggantikan Kasmin, juga dipidana penjara terkait dengan kasus korupsi Monang Sitorus yang terjadi ketika Liberty menjabat sekretaris daerah. Baik Darwin Siagian, Kasmin Simanjuntak, Monang Sitorus, maupun Liberty Pasaribu adalah anak rantau. Mereka mencari nafkah dan menjalani karier di perantauan, antara lain Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua, lalu menjelang usia senja pulang kampung ke Toba Samosir untuk menduduki jabatan politik.

Dalam pandangan Wakil Ketua DPRD Tonny Simanjuntak, pejabat publik yang “tinggal di sini, keluarganya di sini, hartanya di sini” akan lebih besar tanggung jawab moralnya dalam memenuhi sumpah jabatannya untuk bekerja demi kepentingan publik. “Contoh kecil saja, kalau kaca mobil selalu saya tutup, atau saya tidak mau menjawab telepon dari rakyat, akibatnya hulahula saya di Sangkarnihuta dan tulang saya di Matio pun akan malu,” katanya. “Orang tua saya akan dikata-katai, ‘Bagaimana anakmu itu, Parkaset? Setelah si Tonny duduk di Dewan, dia tidak peduli lagi kepada kami.’ Keluarga saya akan ikut dipermalukan kalau sikap saya tidak baik.”

Sebelum menekuni politik sejak lima tahun silam, Tonny Simanjuntak hanyalah rakyat biasa. Dia dan istrinya, Erna Grace Sihotang, bertahun-tahun berdagang pakaian dan aksesori di Kota Balige sebelum Mochtar Sihotang, ketua pertama Partai NasDem Kabupaten Toba Samosir, mengajak Tonny menjadi calon anggota DPRD Toba Samosir.

Selain karena “dari dulu saya suka Surya Paloh,” dan pensiunan guru Mochtar Sihotang sebagai figur idealis, dukungan keluarga juga menjadi pertimbangan utama Tonny untuk bertarung dalam pemilu legislatif lima tahun lalu. Tim sukses dia hanyalah anggota keluarganya. Meskipun begitu, dan walaupun NasDem partai baru di Balige, dan dirinya masih tergolong politikus kemarin sore, Tonny berhasil meraup suara terbanyak di daerah pemilihan Kecamatan Balige dan Kecamatan Tampahan, yaitu 2.166 suara. Kunci suksesnya sederhana: “Almarhum mertua saya paradat. Orang tua saya juga,” katanya.

Tonny sendiri pun rajin kondangan. Selama lima tahun menduduki kursi DPRD, dia hampir tidak pernah absen memenuhi undangan pesta adat warga masyarakat, bahkan walaupun tiga atau lima pesta sekaligus dalam satu hari. Contohnya, pada hari wawancara saya dengannya, Sabtu, dia dan istrinya tengah bersedia-sedia menghadiri tiga pesta kawin, dan besoknya tiga undangan kenduri kelahiran anak. Manakala dia bertugas ke luar kota, istrinya akan mewakilinya ke upacara adat. Jikapun keduanya takbisa hadir, dia pasti mengirimkan bunga papan, lalu datang menyalami beberapa hari kemudian. “Saya dibilang caleg si bunga papan, tapi saya tidak peduli,” katanya. “Kalau ada yang mengundang saya, berarti dia mengingat saya, menyayangi saya, dan saya harus menghargainya.” Karena itu, walau si pengundang bukan pendukungnya saat pemilu, dia tetap hadir. Bahkan, dari pelosok desa “ada orang yang tidak saya kenal minta bunga papan untuk pestanya, dan saya kirim.” Saking bejibunnya undangan pesta, gajinya sering tekor untuk ongkos adat, dan dia merasa tertolong oleh tauke bunga papan. “Melalui pemberitaan LAKLAK ini saya ucapkan terima kasih kepada pengusaha bunga papan yang sering saya berutang. Ada Jimmy Tambunan, Adi Simanjuntak, Rianto Manurung, Pader Napitupulu, Pak Kembar, dan yang lain,” katanya.

Pencitraan ala adat Batak dan politik bunga papan itu terbukti makbul: Tonny Simanjuntak kembali terpilih menjadi anggota DPRD Toba Samosir dalam pemilu 2019. Bahkan, raihan suaranya berganda dan memecahkan rekor suara terbanyak sekabupaten: 3.514. “Dari total suara saya itu sekitar seribu orang tidak pernah saya datangi selama masa kampanye. Kami sudah saling kenal selama bertahun-tahun dalam pesta adat, sudah saling percaya. Hati yang bicara,” katanya.

Dia mengatakan tim suksesnya sempat khawatir karena ada kabar angin bahwa caleg pesaing mengamplopi pemilih Rp300.000, sedangkan dia hanya memberi ongkos transpor Rp30.000 atau Rp50.000, tidak melebihi jumlah yang dibenarkan peraturan pemilu, dalam kampanye tatap muka. Malah tak sedikit pendukung fanatik yang menolak uang kopi dari Tonny. Kendati begitu, dia meyakini usahanya dengan cara kondangan adat dan kongko-kongko di kedai kopi takkan sia-sia. Tambahan pula, selama ini dia aktif membina sejumlah kelompok tani di Balige dan Tampahan.

Saya mendengar kabar sepele tetapi menarik dari beberapa wartawan Toba Samosir: tersiar di Facebook bahwa petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melarang seorang warga Balige masuk untuk berolahraga di kompleks perkantoran bupati berkaitan dengan “hilangnya” anak anjing piaraan milik Hulman Sitorus, Wakil Bupati Toba Samosir. Konon anjing itu dicuri dari pekarangan rumah dinas Hulman. Ada pula yang menyebut anjing tersebut terlanggar mobil dinas seorang pejabat. Sumber lain mengatakan hewan itu cuma terjebak di dalam selokan.

Bagi Wakil Ketua DPRD Toba Samosir, Tonny Simanjuntak, yang rumah dinasnya cuma sepelempar batu dari rumah dinas Wakil Bupati, insiden anjing ini bukan hal remeh. Tonny sempat berniat mendirikan spanduk “di sini dilarang pelihara anjing!” karena tamunya kerap mengeluhkan anjing itu. “Kenapa kemarin saya juga sempat marah, karena tamu saya sering dikejar,” katanya. “Bukan satu orang, dua orang, atau tiga orang yang pernah dikejar. Anak saya naik sepeda juga dikejar. Kami tidak nyaman. Seharusnya kalau ada hewan piaraan, ya dijagalah, dirantai.”

Tonny Simanjuntak mengatakan tamunya, yang kebanyakan rakyat biasa, hampir setiap malam datang ke rumah dinasnya. Karena itu, dia sudah mewanti-wanti Kepala Satpol PP, Tito Siahaan, agar jangan melarang warga Toba Samosir masuk kompleks, termasuk untuk sekadar berolahraga pada pagi atau sore hari. Satpol PP bisa menyusun jadwal sehingga aktivitas olahraga warga tidak merintangi kegiatan di kantor bupati pada jam-jam kerja. “Kalau nanti rakyat dilarang masuk ke sini, lebih baik saya tidak tinggal di rumah dinas,” kata Tonny kepada saya.

Tito Siahaan, yang saya wawancarai di kantornya pada 14 Agustus 2019, mengaku bahwa anggotanya pernah melarang warga yang hendak masuk kompleks untuk berolahraga. “Iya, tapi itu, kan, kompleks perkantoran bupati dan rumah dinas pejabat negara, bukan kompleks olahraga. Jadi, tidak bisa sebebas di tempat umum lainnya,” katanya. “Jadi, begini, supaya tidak menjadi kisruh. Menurut saya, apa yang disampaikan Pak Wakil ada benarnya. Yang disampaikan Pak Tonny juga ada benarnya.” Namun, kata Tito Siahaan, “Kalau hal-hal seperti ini menjadi bahasan publik, menurut saya kurang pas. Ada hal yang bisa dibicarakan secara langsung. Ada juga yang harus melalui pansus.”

Selama melakukan wawancara bebas dengan Tonny Simanjuntak, saya juga mengajukan pertanyaan tentang pelbagai topik lainnya. Berikut kutipannya dalam bentuk tanya jawab.

Bupati Darwin Siagian akhirnya memilih Audi Murphy Sitorus menjadi sekda. Dalam pilkada, Audi bukan pendukung Darwin. Apa pendapat Bapak selaku politikus NasDem yang dulunya mendukung Darwin?

Mungkin Bupati murni memilih berdasarkan nilai kompetensi. Mungkin juga dengan pertimbangan tertentu. Politik itu, kan, dinamis. Bagi saya tidak ada masalah.

Fraksi NasDem dan Fraksi Hanura menolak pertanggungjawaban Bupati atas APBD 2018, sedangkan semua fraksi lainnya menerima. Mengapa NasDem menolak?

Kami menolak karena melihat kinerjanya. Kalau kami memberikan rekomendasi, selalu dijawab dinas-dinas “akan diperhatikan,” tetapi tidak dilaksanakan. Itu jawaban klise, sudah berulang-ulang. Tahun ke tahun itu saja persoalan. Perencanaan tidak matang.

Baru kali ini NasDem menolak LPJ Bupati. Tahun-tahun sebelumnya fraksi Bapak selalu menerima. Apakah ada kaitannya dengan pilkada tahun depan?

Tidak ada hubungannya. Partai NasDem selalu bikin survei untuk pilkada. Bisa saja Pak Darwin dicalonkan kembali, bisa juga tidak. Nanti diputuskan oleh DPD provinsi dan DPP. Kami tidak ada sentimen kepada Pak Bupati. Dulu saat pilkada, NasDem membantu ongkos kampanye Darwin dan Hulman. Arahan dari pusat, NasDem kalau mendukung calon kepala daerah harus ikhlas. Sampai detik ini tidak ada dikasih. Sepeser pun tidak ada kami minta. Jujur saja, waktu kemarin memperjuangkan Darwin, saya habis-habisan. Tidak ada saya minta itu dari Pak Darwin. Kami tidak menuntut apa-apa selama ini. Dulu NasDem pernah menawari Pak Darwin menjadi pembina NasDem Toba Samosir, tetapi dia tidak mau.

Menurut Bapak apakah Bupati sudah memenuhi janji-janjinya dalam kampanye dulu?

Yang saya lihat Bupati sudah berusaha semampu dia walaupun masih ada yang belum terlaksana.

Termasuk janjinya bahwa dalam pengangkatan pejabat tidak ada suap?

Masalah tidak ada main uang, saya tidak tahu.

Bagaimana soal pembangunan infrastruktur di Toba Samosir?

APBD kita cuma Rp1,1 triliun, dan enam puluh persen habis untuk gaji pegawai. Sedikit sekali dana untuk membangun. Makanya, Bupati dan para kepala dinas harus proaktif melobi investor dan Pemerintah Pusat. Fraksi kami pernah menyarankan agar Pemkab “main keroyok” dalam satu tahun anggaran, fokus pada satu objek pembangunan supaya hasilnya terlihat, jangan dipecah-pecah. Tapi saya mesti mengakui penganggaran sudah makin rapi, sudah transparan, dengan sistem digitalisasi. Dulu musrenbang di desa, orang malas, usulan masyarakat tidak masuk dalam APBD karena ada kepentingan politis. Sekarang tidak bisa lagi tiba-tiba rencana proyek diganti atau disisipkan.

Bagaimana bidang pendidikan?

Kualitas pendidikan menurun. Tamatan SMP yang masuk ke sekolah favorit SMA Del dan SMA Plus Yayasan Soposurung sangat sedikit. Dulu, kan, pintar-pintar. Sekarang tidak.

Apa pendapat Bapak dalam hal pembangunan pariwisata?

Tahun lalu saya ke Manado. Ada Danau Linau, sangat kecil, kayak waduk, tapi ditata dengan bagus, rapi. Ada tempat duduknya, bersih, juga parkirnya. Karcis masuk Rp50.000, padahal cuma untuk memandang-mandang, duduk minum kopi, tapi sangat ramai. Penataannya luar biasa. Yang saya mau katakan sumber daya manusia di Toba Samosir, para pelaku wisata, harus dibina. Masa depan ekonomi rakyat ada pada bisnis wisata. Ini sudah di depan mata.

Apa kesan Bapak terhadap Bupati dan wakilnya selama ini?

Karakter kepemimpinan mereka jauh berbeda. Satu agak galak, dan satu pakai perasaan. Pak Wakil ini tegas, mau marah kepada staf, sedangkan Pak Bupati tidak. Pak Bupati dan Wakil Bupati termasuk pekerja keras, tapi kurang dalam hal manajemen kepemimpinan.

Apa harta benda yang sudah Bapak hasilkan selama lima tahun duduk di DPRD?

Tidak ada. Mobil pribadi pun tidak punya. Memang prinsip saya dulu ketika maju menjadi anggota Dewan bukan karena mau kaya. Saya menjadi wakil ketua karena rakyat. Apa yang saya banggakan di DPRD? Tidak ada. Ini hanya jabatan lima tahun. Makanya, lewat situs Pak Jarar ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua tim sukses saya, yang bekerja siang malam walaupun tidak saya beri gaji.

Erna Grace Sihotang, istri Tonny Simanjuntak, juga saya wawancarai. Dia mengatakan suaminya melarang dirinya mencampuri tugas Tonny selaku anggota lembaga legislatif. Apabila ada temannya minta bantuan terkait dengan urusan pemerintahan, Erna hanya menjawab, “Saya tidak mengerti hal itu. Bicara saja langsung dengan suami saya.”

Berapa gaji suami Ibu, dan apakah gajinya seutuhnya Ibu terima setiap bulan?

Ah, gajinya pun tidak seberapa yang sampai ke tangan saya. [Tiba-tiba dia memesong pandangan ke arah suaminya sembari tertawa terbahak-bahak. Mendengar jawaban istrinya itu, Tonny tersenyum kesipuan.] Gajinya lebih dari dua puluh juta rupiah, tapi sebagian habis untuk masyarakat. Ongkos untuk adat dan bunga papan saja sudah berapa. Setiap Natal dia selalu menyumbang bingkisan kue untuk beberapa gereja di desa-desa. Dia rajin mentraktir orang minum di kedai kopi. Dia juga sering memesan bakmi lewat telepon. Abang becak berebutan kalau diminta mengantar pesanan bakmi ke rumah Wakil Ketua, karena sengaja ongkosnya dilebihkan. Begitulah cara suami saya berbagi rezeki. Dia terpilih karena rakyat. Wajarlah sebagian gajinya dikembalikan kepada rakyat.

Apa bedanya menjadi istri anggota DPRD dibandingkan dengan kerja sebagai pedagang?

Kalau secara finansial, sebenarnya lebih enak ketika dulu kami berdagang. Tapi karena pacarku ini sudah serius terjun ke dunia politik, ya mau bagaimana lagi, saya harus mendukung.

Mengapa Ibu setuju ketika suami Ibu menolak tawaran menjadi kandidat wakil bupati?

Sebagai istri, saya belum siap mental kalau suami saya menjadi bupati atau wakil bupati. Kami jalani sajalah dulu. Semuanya akan datang pada waktu yang tepat. Tuhan sudah mengatur segalanya.

——————————————
WWW.LAKLAK.ID 16 AGUSTUS 2019

Postingan populer dari blog ini

Lagu Batak yang Dibawa Mati Jenderal Panggabean

Pengakuan Dosa Aktivis Pemeras

Bahasa Batak Toba Asli Tinggal 30 Persen