Langsung ke konten utama

Mercy Parange Tamba: Tinggalkan Saja Kursi Ketua DPRD Samosir Itu

Tongam Parlindungan Sitinjak, Ketua DPRD Kabupaten Samosir yang notabene ipar Bupati Mangindar Simbolon, yang dipecat oleh rekan-rekannya sesama anggota DPRD, akhirnya bersuara kepada Koran Toba tentang perkara cintanya dengan Mei Hwa. Istrinya, Mercy Parange Tamba, juga bicara kepada pers untuk pertama kali. “Abang ini pun tahu saya punya pacar. Seandainya Abang tukang becak, tidak akan didemo.”

oleh Jarar F. Siahaan | 1.689 kata

Ketua DPRD Kabupaten Samosir dan Bupati Samosir
Dari kiri, Bupati Samosir, Mangindar Simbolon; Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Tongam Parlindungan Sitinjak; Mercy Parange Tamba; dan istri Bupati, Artha Sitinjak, saudari Tongam, dalam pernikahan Tongam dan Mercy di Pangururan, 2012. (Foto: dokumen keluarga Tongam/diberikan untuk Koran Toba)

Nomor telepon seluler Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Tongam Parlindungan Sitinjak, S.T., 39 tahun, tidak bisa kami hubungi selama beberapa hari. Di kantor DPRD dan rumah dinasnya di Tajur, Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, kami juga tidak berhasil menemui dia. Akhirnya, setelah berkali-kali berusaha menyambangi rumahnya, kami dapat mewawancarai Tongam pada 31 Januari 2013 malam meskipun pada awalnya dia sempat menolak. Bukan hanya Tongam, bahkan istrinya, Mercy Parange Tamba, S.STP., M.Si., 31 tahun, juga bersedia menjawab semua pertanyaan kami secara blak-blakan.

Tongam Sitinjak, anak ketujuh dari delapan bersaudara, mengakui dirinya memang pernah berpacaran dengan Mei Hwa, seorang perempuan dari Jakarta yang berusaha menggagalkan pernikahan Tongam dengan Mercy Tamba. Dia dan Mei Hwa menjalin hubungan asmara sekitar dua setengah tahun. Selama itu dia sering menemui Mei Hwa di Jakarta, dan juga berbicara dengannya lewat telepon.

Pertanyaan pertama yang diajukan Koran Toba: “Benarkah Bapak berjanji menikahi Mei Hwa?”

“Ya, dan saya pikir wajar bila orang-orang yang berpacaran [berjanji] seperti itu,” jawab Tongam Sitinjak.

Tentang berita bahwa dirinya menguras uang pribadi Mei Hwa selama pacaran, Tongam berkata, “Saya memang pernah meminjam uangnya sekitar lebih dari Rp20 juta, dan sudah saya kembalikan.”

Dia mengatakan Mei Hwa sudah pernah bertemu langsung dengan dirinya untuk membicarakan masalah cinta mereka secara baik-baik. Pertemuan tersebut dilakukan secara adat Batak Toba di rumah dinas Ketua DPRD Kabupaten Samosir sebelum munculnya surat Mei Hwa kepada DPRD. Yang hadir pada saat itu Mei Hwa, kakak perempuannya, dan abangnya, serta “ibu saya, paman saya, semuanya sekitar delapan orang,” kata Tongam Sitinjak.

Dalam perembukan antarkeluarga itu, “Saya meminta maaf kepada dia karena saya harus menikah dengan perempuan lain,” kata Tongam Sitinjak. “Kepada kami berdua diberikan kesempatan untuk berbicara secara pribadi. ‘Saya minta maaf. Kita tidak berjodoh. Semoga engkau mendapatkan jodoh yang tepat.’ Setelah selesai berbicara dan bersalaman, dia pulang. Saya tidak menyangka akan ada lagi buntutnya.”

Ketika Badan Kehormatan DPRD (BKD) Kabupaten Samosir mempertanyakan masalah ini, Tongam menjawab bahwa dia sudah bertemu langsung secara adat Batak, marsigabe-gabean, dengan Mei Hwa dan keluarganya untuk menuntaskan hubungan cinta mereka.

Tongam Sitinjak menceritakan kepada Koran Toba bahwa sesuai dengan undangan pernikahan yang disebarkan, dia dan calon istrinya akan diberkati secara agama Kristen di Gereja HKBP Pangururan pada 3 November 2012. Akan tetapi, tak disangkanya, tiba-tiba Mei Hwa datang ke rumah pendeta dan meminta pernikahan dibatalkan. “Saya kaget sekali,” kata Tongam. Waktu itu dia sedang mengikuti upacara adat Batak sibuhabuhai di rumah pihak calon istrinya, yaitu keluarga marga Tamba. Keluarga Tongam pun membujuk Mei Hwa dengan mengatakan, “Waktu itu kalian sudah bicara baik-baik, tapi mengapa harus seperti ini lagi?” Namun, karena Mei Hwa bersikeras bertahan di Gereja HKBP, akhirnya Tongam Sitinjak dan Mercy Tamba diberkati oleh guru huria Gereja Pentakosta Indonesia Sidang Pangururan di rumah keluarga marga Tamba.

Kemudian Tongam menggugat tiga anggota BKD, yakni Tahi Sitanggang, Jogar Simbolon, dan Nurmerita Sitorus, ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara di Medan. Dia juga menggugat semua anggota DPRD Kabupaten Samosir atas hasil sidang paripurna yang memberhentikan dirinya sebagai anggota DPRD. “Saya kecewa dengan teman-teman di DPRD, karena mereka mengambil keputusan yang tidak adil. Saya pernah bilang ke BKD, dasar penyelidikan kalian tidak kuat, karena BKD tidak langsung bertemu dengan Mei Hwa. Padahal, kepada pengunjuk rasa, BKD mengatakan akan mencari data secara lengkap, termasuk untuk menanyai Mei Hwa. Faktanya, BKD cuma bertemu dengan kuasa hukum Mei Hwa,” kata Tongam.

“Apakah secara hukum Bapak masih sah menjabat Ketua DPRD Kabupaten Samosir?” tanya Koran Toba.

“Ya,” jawab Tongam. “Sampai ada keputusan Gubernur Sumatra Utara, barulah saya tidak lagi ketua.”

Siang hari sebelum wawancara, Tongam Sitinjak masih berkunjung ke kecamatan bersama dengan empat anggota DPRD Kabupaten Samosir. Dia juga masih menerima gaji dan tunjangan sebagai ketua DPRD. “Saya akan tetap hadir dan ikut dalam sidang paripurna pengesahan APBD 2013 nanti. Saya masih punya hak, dan akan saya tanda tangani sebagai ketua,” katanya. Dia mengatakan dirinya tetap berkomunikasi dengan anggota DPRD lainnya, termasuk dua orang wakil ketua DPRD, Lundak Sagala dan Jonni Sihotang, walaupun ada anggota Dewan yang mulai bersikap tidak acuh terhadapnya.

Apa reaksi ibunya, S. boru Pasaribu atau Ompu Jongguran, setelah dia nyaris kehilangan kursi jabatannya di lembaga legislatif? “Ibu saya sedih, menangis. Dia bilang, ‘Berdoalah. Pernikahanmu sah secara adat, dan sudah diberkati atas nama Tuhan Yesus meskipun tidak di dalam gereja,’” kata Tongam Sitinjak.

Adapun komentar istrinya, Mercy Tamba, “Saya tidak peduli, bahkan kalau engkau harus turun dari kursi ketua DPRD. Saya mau bersuamikan engkau bukan karena jabatanmu. Saya siap. Kita sudah berkeluarga, telah dipersatukan Tuhan. Lebih cepat masalahmu ini selesai lebih bagus agar kita tenang,” kata Tongam, mengulang perkataan Mercy. “Itulah yang membuat saya salut melihat istriku.”

Apa pula kata Bupati Samosir, Mangindar Simbolon, dan istrinya, Artha Sitinjak, yang notabene saudari kandung Tongam? “Kalian jalani saja. Apa pun yang terjadi, bersabar dan berdoalah,” kata Tongam, mengutip ucapan ito dan lae-nya.

Bukannya marah kepada para pendemo suaminya, malah Mercy Parange Tamba, S.STP, M.Si meminta suaminya, Tongam Sitinjak, berhenti saja dari DPRD Kabupaten Samosir. “Saya punya pekerjaan,” kata Mercy.

Selesai kuliah S-1, Mercy diterima menjadi pegawai negeri sipil Pemerintah Kabupaten Toba Samosir di Balige pada tahun 2004. Tahun 2007 dia kuliah S-2, kemudian bekerja pada Pemerintah Kabupaten Samosir di Pangururan sejak 2009. Tahun lalu dia dinikahi Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Tongam Sitinjak. Mercy adalah putri dari almarhum Gunsel Tamba, yang semasa hidupnya bertugas selaku aparatur di Balige.

Pada malam hari tanggal 31 Januari 2013 Mercy Tamba bersedia meladeni wawancara Koran Toba di rumah dinas suaminya. Selama interviu, tutur katanya santun dan bernas.

Pertanyaan pertama Koran Toba kepadanya: “Apakah Ibu tahu bahwa sebelumnya suami Ibu pernah berpacaran dengan perempuan lain?”

“Ya, saya tahu. Abang [Tongam Sitinjak] pernah cerita,” kata Mercy.

“Ibu tidak cemburu atau marah?”

“Tidak, itu normal kalau laki-laki lajang pacaran,” jawab Mercy. “Soalnya saat itu saya juga punya pacar yang lain.”

Atas jawaban Mercy tersebut, sontak saja Tongam Sitinjak dan semua orang yang ikut mendengar wawancara serta-merta tertawa.

Mercy Tamba mengatakan dirinya dan Tongam sempat berpacaran selama satu tahun sebelum akhirnya bersepakat menikah. Ihwal rencana pernikahan dia dengan Tongam, dia pun sudah memberi tahu pacarnya yang lain itu. “Dia tidak bisa menerima. Saya berdoa, ‘Tuhan, tunjukkanlah jodohku.’ Tiba-tiba suatu hari dia menelepon saya dan mengatakan bahwa dia pun akan menikah dengan perempuan lain. Bahkan, dia juga berbicara dengan Abang [Tongam Sitinjak] lewat telepon,” katanya.

“Kalau nanti suami Ibu tidak lagi menjabat ketua DPRD, bagaimana?” tanya Koran Toba.

“Tidak menjadi ketua pun tidak masalah. Saya bekerja, kami masih bisa makan. Dunia ini berputar, ada saatnya di atas, ada saatnya di bawah,” kata Mercy Tamba. “Saya sangat percaya kepada Tuhan, suatu hari kebenaran akan terungkap. Biarlah sesuka hati mereka menjelekkan suami saya. Yang penting bagi saya, Abang ini sehat. Sudah saya bilang, daripada sakit, tinggalkan saja kursi ketua DPRD itu.”

Menurut Mercy Tamba, kasus yang menimpa suaminya merupakan masalah yang umum dan lazim terjadi di mana-mana. Banyak orang berpacaran yang pada akhirnya tidak berjodoh. Akan tetapi, karena suaminya seorang politikus dan ketua lembaga legislatif, dia pun dirongrong lewat demonstrasi dan pembentukan opini publik. “Seandainya Abang ini tukang becak, tidak akan didemo,” katanya.

Meskipun demikian, apabila ada pendemo suaminya yang menggelar pesta adat dan mengundangnya, Mercy tetap pergi menghadirinya. “Kita ini tinggal di daerah adat. Mereka juga keluarga saya. Baru beberapa hari lalu ada yang seperti itu, dan kami pergi,” katanya.

“Banyak dari mereka itu semarga dengan saya, hulahula-ku, iboto-ku. Tapi saya tidak pernah menganggap mereka musuh,” kata Mercy Parange boru Tamba. “Dari lubuk hatiku yang paling dalam, saya sudah memaafkan mereka.”

Persis setelah mengucapkan kalimat terakhir itu, dia menyentuh sudut mata kirinya dengan jemari tangannya. Matanya terlihat berkaca-kaca, tetapi dia berusaha jangan sampai menitikkan air mata.

Mantan Ketua DPRD Kabupaten Samosir periode 2004–2009, Jhony Naibaho, yang juga pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir, meminta Tongam Sitinjak bersedia mundur dari DPRD. “Demi kepentingan yang lebih luas,” kata Jhony, yang diwawancarai Koran Toba di rumahnya di Pangururan, Januari 2013.

Jhony Naibaho, yang mengaku baru kali ini bersedia diwawancarai pers berkaitan dengan perkara Ketua DPRD Samosir, mengatakan bahwa secara hukum pemerintahan tidak ada pelanggaran yang diperbuat Tongam dalam urusan hubungan cintanya dengan bekas pacarnya, Mei Hwa. “Secara hukum negara, saya kira tidak ada. Tapi hukum gereja atau hukum adat, mungkin,” katanya.

Menurut Jhony Naibaho, pada awal masalah ini dimunculkan menjadi urusan publik dan politik, sebenarnya masih banyak waktu bagi Tongam Sitinjak untuk menyelesaikannya secara baik-baik. Akan tetapi, ada kesan bahwa Tongam menganggap hal ini sepele saja.

Ditanya apakah ada kepentingan lawan politik Tongam untuk menjatuhkannya, “Saya kira tidak. Itu murni. Bahkan, teman-temannya dulu, pendukung Bupati waktu pilkada, ikut juga demo,” jawab Jhony.

Jhony Naibaho berharap agar soal status Tongam sebagai anggota DPRD Kabupaten Samosir bisa segera tuntas. Jika tidak, hal itu bisa mengganggu roda pemerintahan. “Misalnya, nanti dalam hal pengesahan APBD 2013, menurut aturan hukum, harus ketua DPRD dan bupati yang meneken APBD, kecuali dia berhalangan tetap, seperti meninggal dunia. Kalau Wakil Ketua DPRD Samosir yang memimpin paripurna APBD, Ketua masih ada, dia di sini, dia masih sehat, mana SK pelengserannya? Ini akan jadi masalah hukum. Jika Ketua yang memimpin, anggota tidak mau,” katanya.

Karena itulah, “Saya mengimbau Tongam agar legawa mundur demi kepentingan yang lebih luas. Bertahan pun dia, anggota DPRD tidak lagi mengakui dia sebagai ketua. Tapi saya juga prihatin, karena itu jabatan yang pernah saya duduki,” kata Jhony Naibaho.

Jhony mengatakan sering terjadi pejabat publik digoyang hanya karena masalah-masalah privasi, seperti urusan cinta dan pernikahan. Urusan yang tampak sepele bagi masyarakat biasa dapat menjadi perkara berisiko besar bagi tokoh publik. “Andaikan dulu saya menikah ketika masih menjabat ketua DPRD, mungkin saja akan ada perempuan lain yang datang protes seperti Mei Hwa,” kata Jhony Naibaho.

*Berita ini adalah bagian dari enam halaman liputan khusus tabloid Koran Toba, Februari 2013. Saat itu kasus Ketua DPRD Kabupaten Samosir ramai diberitakan koran di Provinsi Sumatra Utara, bahkan koran nasional dan televisi swasta di Jakarta, tetapi banyak yang melanggar kode etik jurnalistik dengan pemberitaan sepihak: hanya menerbitkan perkataan kuasa hukum Mei Hwa, demonstran, atau politikus yang menuntut Tongam Sitinjak mundur dari DPRD.

——————————————
WWW.LAKLAK.ID 23 JULI 2019

Postingan populer dari blog ini

Lagu Batak yang Dibawa Mati Jenderal Panggabean

“Doa Saya di Pusuk Buhit Selalu Terwujud”

Bahasa Batak Toba Asli Tinggal 30 Persen