Langsung ke konten utama

“Foto Eksklusif, Bang, Foto Eksklusif!”

“Wow, enggak nyangka, Presiden Joko Widodo sendiri ternyata pernah meminta berfoto bersama dengan wartawan media lokal yang terbit di Pulau Samosir.” Kalimat yang “apa enggak terbalik tuh?” di atas bukanlah muslihat licik ala jurnalisme kuning untuk mengatrol tiras atau mengakali jumlah klik. Itu fakta yang dialami sendiri oleh reporter magang tabloid Batak Raya, Rico Naibaho, yang nekat-nekat meneriaki Presiden Indonesia: “Pak Jokowi, sini dulu kau!”

oleh Jarar Siahaan | 704 kata

foto eksklusif Presiden dan wartawan Batak Raya, Pangururan, Samosir
Sesudah menonton konser Slank di Parapat, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, 20 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo menghampiri reporter Batak Raya, Rico Naibaho, dan meminta seorang polisi memotret mereka berdua dengan tustel.

“Bang, foto eksklusif! Di sini ada foto eksklusif!” kata Rico Naibaho berapi-api sambil bergegas-gegas menghampiri saya, 20 Agustus 2016, di pusat Kota Parapat di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara, yang macet oleh ribuan orang pejalan kaki. Kala itu jarum jam sudah menunjukkan waktu tengah malam. Rico berbicara dan tertawa dengan riang. “Foto eksklusif!” katanya berulang-ulang.

“Tenang dulu kau. Foto apa? Mana?” saya bertanya.

Kami berdua masih berdiri di tepi jalan menunggu Hayun Gultom, kawan sekantor kami. Rico melepaskan kamera digital SLR dari lehernya, lalu memencet-mencet tombol pratinjau foto. Saya melihati dia dengan saksama.

“Ini! Eksklusif!” katanya. “Ha-ha-ha.” Dia tidak berhenti tertawa.

“Foto kayak ini sudah biasa,” kata saya.

“Bukan, Bang, ini foto eksklusif,” katanya. “Bukan aku yang minta berfoto, tapi Pak Jokowi langsung yang minta.”

Saya kaget mendengarnya. “Kau serius?” saya bertanya.

“Serius, Bang. Ini foto eksklusif!” jawabnya. Entah sudah berapa kali dia mengucapkan kata eksklusif.

“Oke, foto ini akan kita cetak,” kata saya. Kemudian saya meminta dia menceritakan kronologi pengalamannya berfoto bersama dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo.

Malam itu Rico Naibaho, 27 tahun, tengah berdiri beberapa meter dari jalur keluar rombongan Presiden di area konser Slank di pusat Kota Parapat. Rico melihat Presiden yang sedang berjalan perlahan sambil sesekali menyalami penonton. Akan tetapi, Presiden tidak akan melewati Rico. “Ketika itu Presiden sudah mau berbelok ke arah kanan, sedangkan aku di sebelah kiri,” kata Rico. Terdapat pagar pembatas dan aparat keamanan di sekitar Rico sehingga dia tidak bisa bergerak mendekati Presiden. Tanpa berpikir panjang, dia langsung saja meneriaki Presiden sembari melambai-lambaikan tangannya. “Pak Jokowi, sini dulu kau!” katanya dengan suara sekuat-kuatnya, dengan bahasa Indonesia berlogat Batak.

Presiden pun berhenti dan menoleh ke arahnya. Kemudian Rico berteriak lagi dengan tetap mengayunkan tangannya ke arah Presiden: “Kenapa kau tidak datang ke Samosir?”

Seketika itu juga Presiden Jokowi melangkahkan kakinya, yang diikuti anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), untuk menghampiri Rico sambil menyalami beberapa orang warga. Setelah berjarak dua meter dari Rico, sambil terus berjalan, Presiden tiba-tiba mengangkat tangan kanannya setinggi dada dan menunjuk ke arah seorang anggota Polri berseragam, lalu mengarahkan telunjuknya kepada Rico.

Presiden masih terdiam, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Si polisi sontak mendekat ke arah Rico. Pemuda lajang berambut gondrong yang baru beberapa bulan bekerja sebagai wartawan itu merasakan jantungnya seolah-olah hampir copot. Dia ketakutan setengah mati, dan kakinya gemetaran.

“Waktu itu aku mau lari, mau kabur, tapi enggak bisa,” kata Rico Naibaho. “Aku bingung kenapa Pak Jokowi memanggil polisi dan menunjuk-nunjuk ke arahku. Mungkin ada kata-kataku yang salah?”

Setelah berjarak hanya beberapa puluh sentimeter dari Rico, Presiden Jokowi tersenyum dan menjabat tangan Rico. Reporter magang Batak Raya itu pun merasa lega. Lalu, tanpa diduga-duga, dengan kedua tangannya sendiri Presiden Jokowi meraih tali kamera yang tergantung pada leher Rico. “Ini, ambil dulu foto kami,” kata Presiden kepada polisi yang tadi dipanggilnya.

Si polisi menerima tustel Batak Raya dari tangan Presiden. Kemudian orang terkuat di Indonesia itu dan Rico berjabatan tangan kembali dan berpose ke arah tustel. Keduanya kompak membentuk salam komando. Dengan wajah berseri-seri Rico memandang ke arah polisi fotografer. Sehabis memotret, si polisi menunjukkan hasilnya kepada Presiden, dan Presiden memperlihatkan jepretan polisi itu kepada Rico. “Bagus, kan?” kata Presiden. “Iya, Pak,” jawab Rico dengan muka semringah.

Kamera dikembalikan kepada Rico Naibaho, dan Presiden Jokowi berjalan kaki meninggalkan Rico menuju sedan berpelat merah INDONESIA 1. Beberapa orang warga di sekeliling Rico meminta foto tersebut dibagikan kepada mereka, karena wajah mereka juga tertangkap kamera, tetapi dia tidak bersedia. “Nanti saja kalian lihat di Batak Raya,” kata Rico, yang langsung bergegas pergi.

Saya bertanya kepada Rico apa kesannya ketika bersemuka secara langsung dengan Presiden Jokowi. “Halus sekali tangannya, bah,” katanya.

Pemimpin umum tabloid Batak Raya, Hayun Gultom, bertanya mengapa Rico tidak mencatat nama polisi yang memotretnya bersama dengan Presiden. “Tidak terpikir lagi, Bang, saking senangnya hatiku,” jawabnya.

Rico Naibaho sudah sukses menggenapi salah satu keinginannya. Dua hari sebelumnya dalam rapat redaksi di kantor Batak Raya di Pangururan, Rico meminta supaya dirinya diikutsertakan ke Kota Parapat di Kabupaten Simalungun dan Kota Balige di Kabupaten Toba Samosir untuk meliput kunjungan Presiden Indonesia, Joko Widodo. “Aku mau ketemu Jokowi,” katanya.

*Berita ringan ini merupakan bagian dari liputan khusus “Karnaval Danau Toba” yang terbit dalam tabloid Batak Raya, September 2016.

——————————————
WWW.LAKLAK.ID 17 JULI 2019

Postingan populer dari blog ini

Lagu Batak yang Dibawa Mati Jenderal Panggabean

Pengakuan Dosa Aktivis Pemeras

Bahasa Batak Toba Asli Tinggal 30 Persen